Sementara ‘kebebasan’ bukanlah kata yang biasanya kita kaitkan dengan Natal, faktanya adalah bahwa itu terletak di jantung cerita Natal.

Kembali pada hari-hari ketika Yesus dilahirkan, umat pilihan Tuhan, telah melupakan apa yang harus diperintah oleh seorang raja yang baik hati.

Kita mungkin, hari ini, mengeluh dan mengeluh tentang pemerintah yang memerintah kita, tetapi saat itu bangsa Israel telah berada di bawah pemerintahan tirani selama berabad-abad. Pada saat Yesus lahir, tentu saja pendudukan Romawi yang brutal, ditambah dengan Raja Herodes yang bersekongkol dengan penjajah.

Namun berabad-abad sebelumnya, Nabi Zakharia telah meramalkan kedatangan raja yang berbeda:

Zakaria 9:9 Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.

Yesus adalah Raja yang sangat berbeda bagi Israel. Dia adalah raja yang baik, raja yang rendah hati. Dia tidak hanya menyelinap ke dunia ini di kandang yang sederhana di belakang Betlehem, tetapi tiga dekade kemudian dalam perjalanan-Nya ke kayu Salib untuk orang-orang seperti Anda dan saya, Dia mengendarai seekor keledai yang rendah hati.

Dan ketika kita menjadikan Dia Raja, Tuhan atas hidup kita, Anda dan saya, apa yang kita temukan adalah kebebasan. Kebebasan dari aturan tirani dosa kita. Bebas dari kebohongan dunia ini. Kebebasan untuk menjadi siapapun yang Dia inginkan terhadap kita, melalui kemenangan yang Dia menangkan.

Yesus, Raja yang baik, Raja yang rendah hati. Dia datang untuk membebaskanmu. 

Demikian Firman Tuhan. Fresh… untukmu… hari ini.